akhlak



AKHLAK
Pengertian Akhlak
Akhlaq adalah bentuk jamak (plural) dari kata khuluq. Dalam Al-Qur’an kata khuluq disebut diantaranya pada surat Al-Qalam ayat 4:
“dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”  (QS. Al-Qalam : 4)
Sedangkan dalam hadits banyak disebutkan diantaranya :
Ketika Siti Aisyah ditanya oleh para sahabat tentang akhlak Rasulullah saw., ia menjawab dengan singkat: Ùƒَانَ Ø®ُÙ„ُÙ‚ُÙ‡ُ الْÙ‚ُرْآن)) “Akhlak Rasulullah saw. adalah Al-Qur’an.(HR.Muslim).”
انّمابعثت لأتمّÙ… مكارم الأخلاق (رواهالبخاري)
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia”.
Dengan demikian merujuk kepada ayat diatas kata akhlak atau khulqun secara kebahasan berarti budi pekerti, adat kebisaan, atau perangai muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat.
Dilihat dari segi terminologi (istilah) “ Akhlak “ (Ø£َØ®ْلاَÙ‚ٌ ) terdapat beberapa pakar yang berpendapat antara lain :
a.    Imam Al-Ghazali
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.


b.    Ibrahim Anis
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan.
c.    Abdul Karim Zaidan
Akhlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang depan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk.
Dari keterangan diatas. Jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Sekalipun dari beberapa definisi di atas kata akhlak bersifat netral, belum merunjuk kepada baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. Misalnya, bila seseorang berlaku tidak sopan kita mengatakan padanya. “kamu tidak berakhlak”. Padahal tidak sopan itu adalah akhlaknya.
d.    Muhammad Abdullah Dirros :
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar ( dalam hal akhlak yang baik ) atau pihak yang jahat ( akhlak yang jahat ) “ . Selanjutnya perbuatan-perbutan manusia yang dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dengan dua syarat, yaitu :
Pertama, Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
Kedua, Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.
e.    Barmawie Umary :
“Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.”
Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tabiat, sifat seseorang atau perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya yang sudah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar sudah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan serta di angan-angan lagi. Maka dari itu gerakan refleks, denyut jantung dan kedipan mata itu tidak dapat disebut sebagai akhlak, karena gerakan tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan. Sebab akhlak merupakan “kehendak” dan “kebiasaan” manusia yang menimbulkan kekuatan-kekuatan yang sangat besar untuk melakukan sesuatu.
Kehendak merupakan keinginan yang ada pada diri manusia setelah dibimbing, dan kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah untuk melakukannya. Oleh karena itu faktor kehendak atau kemauan memegang peranan yang sangat penting sebab dengan adanya kehendak tersebut telah menunjukkan adanya unsur ikhtiar dan kebebasan, yang karenanya dapat disebut dengan “akhlak”.
Maksud dengan sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan serta di angan-angan lagi, disini bukan berarti bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan tidak sengaja atau tidak di kehendaki. Maka perbuatan-perbuatan yang dilakukan itu benar-benar sudah merupakan ” azimah ” yakni kemauan yang kuat tentang sesuatu perbuatan, oleh karenanya jelas bahwa perbuatan itu memang sengaja di kehendaki adanya. Hanya saja keadaan yang demikian ini dikakukan secara kontinyu, sehingga sudah menjadi adat / kebiasaan untuk melakukannya, karenanya timbullah perbuatan itu dengan mudah tanpa difikirkan lagi, begitu juga karena bentuknya tidak kelihatan sehingga dapat dikatakan bahwa “Akhlak” ( Ø£َØ®ْلاَÙ‚ٌ) adalah nafsiah ( bersifat kejiwaan ) atau maknawiyah ( sesuatu yang abstrak ), sedangkan bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah ( tindakan ) atau suluk (prilaku) maka dari itu bentuknya akhlak adalah sumber dan prilaku tersebut.
Keseluruhan definisi akhlak tersebut diatas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansi saling tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
“Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakuakan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbutaan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.”

Ruang Lingkup Akhlak
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang lahir didalam diri seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang keji dan hina (sifat mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti racun-racun yang boleh membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh manusia melakukan k[1]ebaikan.
Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi pengukur bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik atau buruk adalah berdasarkan kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh seseorang.
Akar akhlak mazmumah(akhlak tercela):
1.    penyakit syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah akal manusia, dimana kebenaran tidak menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan kebatilan (talbis). Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami secara baik dan memilih secara tepat.
2.    penyakit syahwat. Penyakit ini menimpa wilayah hati dan insting manusia, dimana dorongan kekuatan kejahatan dalam hatinya mengalahkan dorongan kekuatan kebaikan. Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia untuk mengendalikan diri dan bertekad secara kuat.
a.    Syahwat kekuasan, berarti bahwa dorongan berkuasa dalam diri seseorang begitu kuat sampai tingkat dimana ia mulai menyerap sebagan dari sifat yang hanya layak dimiliki Allah SWT. Hal ini dimulai dari yang terkecil-senang dikagumi (sum’ah), senang disanjung di depannya (riya’), dan merasa puas diri (ghuhur), sampai pada yang hal yang besar-sombong, angkuh, jabarut, mengintimidasi, dan zalim. Syahwat inilah yang kemudian mendorong manusia sampai pada tingkat yang lebih jauh lagi, yaitu syirik. Inilah dosa yang membuat Fir’aun terlaknat.
b.    Syahwat kesetanan, berarti bahwa ada dorongan yang kuat dalam diri seseorang untuk menyerupai setan dalam berbagai bentuk perilaku dasarnya. Misalnya, memiliki sifat benci, dengki dan dendam, gemar menipu, membuat ulah dan makar, menyebarkan gosip, memfitnah, menyesatkan orang lain, dan semacamnya. Syahwat ini biasanya mempertemukan antara kecerdasan di satu sisi, dengan dorongan setan di sisi lain. Karena itu, pelakunya cenderung licik dan culas dalam pergaulan serta berwajah ganda.
c.    Syahwat binatang buas, syahwat ini berasal dari nafsu amarah dan angkara murka, seperti api yang cenderung membakar dan membumihanguskan. Jika syahwat angkara murka bertemu dengan kekuatan fisik yang mendukung, maka lahirlah berbagai macam perilaku buruk, seperti permusuhan, debat, penjajahan, pembunuhan, tirani, penodongan, dan perkelahian.
d.    Syahwat binatang ternak, syahwat ini berasal dari naluri binatang dalam diri manusia dan mendorongnya untuk memenuhi kebutuhan perut dan kemaluannya secara berlebihan. Penyakit syahwat ini mendorong manusia menjadi hedonis, permisif, dan berpikir jangka pendek. Dari syahwat perut lahirlah sifat-sifat serakah, rakus, memakan harta anak yatim, pelit, mencuri, korupsi, sifat pengecut, penakut, dan semacamnya. Adapun dari syahwat kemaluan lahirlah perzinaan.

Akhlak Kepada Allah
a.    Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.
b.    Berbaik sangka kepada Allah SWT.
c.    Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.
d.    Bersyukur atas nikmat Allah SWT.
e.    Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
f.     Senantiasa mengingat Allah SWT.
g.    Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.
h.    Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.
Akhlak Dalam Keluarga
Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul didalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.
Akhlak Dalam Masyarakat
a.    Tolong-menolong
b.    Adil
c.    Menepati janji
d.    Bermusyawarah
e.    Menjaga ukhuwah
Akhlak Terhadap Alam Sekitar
a.    Melestarikan lingkungan
b.    Menjaga lingkungan dari pencemaran
c.    Memanfaatkan sumberdaya untuk kesejahteraan bersama

Perbandingan Ukuran Baik Buruk dalam Akhlak dengan Aliran dalam Filsafat Etika
Perkataan akhlak sering juga disamakan dengan kesusilaan atau sopan santun. Bahkan, supaya kedengarannya lebih modern dan mendunia, perkataan akhlak kini sering diganti dengan kata moral atau etka.
Moral berasal dari Bahasa Latin yakni Mores, jamak kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral artinya ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan akhlak. Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik dan buruk. Dimasukkannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas menunjukkan salah satu perbedaan antara moral dengan akhlak, sebab benar salah adalah penilaian di pandang dari sudut hukum yang di dalam agama Islam tidak dapat dicerai pisahkan dengan akhlak.
Etika berasal dari Bahasa Yunani yakni Ethos, yang berarti kebiasaan. Yang dimaksud adalah kebiasaan baik atau kebiasaan buruk. Umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu. Makna etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan, diterangkan bahwa etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Kecuali mempelajari nilai-nilai, etika merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.
Sebagai cabang filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan baik atau buruk, ukuran yang dipergunakannya adalah akal pikiran. Akallah yang menentukan apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk. Kalau moral dan etika diperbandingkan, maka moral lebih bersifat praktis, sedangkan etika bersifat teoritis. Moral bersifat lokal, sedangkan etika bersifat umum (regional).
Akhlak Islami berbeda dengan moral dan etika. Perbedaannya dapat dilihat terutama dari sumber yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai dan norma agama; nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Yang buruk adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat dan diri sendiri. Yang menentukan baik dan buruk suatu sikap yang melahirkan perilaku atau perbuatan manusia, di dalam agama dan ajaran Islam adalah Al-Qur’an yang dijelaskan dan dikembangkan oleh Rasulullah SAW. dengan sunnah beliau yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadits.  
Yang menentukan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu tempat di suatu masa. Di pandang dari sumbernya, akhlak Islami bersifat tetap dan berlaku untuk selama-lamanya, sedangkan moral dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu tempat tertentu. Konsekuensinya, akhlak Islami bersifat mutlak, sedangkan moral dan etika bersifat relatif (nisbi).

Implementasi Akhlak dalam Kehidupan Bersama
          Butir-butir akhlak di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits bertebaran laksana gugusan bintang-bintang di langit. Selain satu butir dapat dilihat dari berbagai segi, juga mempunyai kaitan bahkan persamaan dengan taqwa. Karena itu hanya dicantumkan beberapa saja sebagai contoh, diantaranya adalah :

1.   Akhlak terhadap Allah SWT. antara lain :
  1. Al-Hubb, yaitu mencintai Allah SWT. melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan; Kecintaan kita kepada Allah SWT. diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
  2. Al-Raja, yaitu mengharapkan karunia dan berusaha memperoleh keridhaan Allah SWT.
  3. As-Syukr, yaitu mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT.
  4. Qana’ah, yaitu menerima dengna ikhlas semua qadha dan qadhar Allah SWT. setelah berikhtiar maksimal (sebanyak-banyaknya, hingga batas tertinggi).
  5. Memohon ampun hanya kepada Allah SWT.
  6. At-Taubat, yaitu bertaubat hanya kepada Allah SWT. Taubat yang paling tinggi adalah taubat nasuha yaitu taubat benar-benar taubat, tidak lagi melakukan perbuatan sama yang dilarang Allah SWT. dan dengan tertib melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
  7. Tawakal berserah diri kepada Allah SWT.

2.    Akhlak terhadap Makhluk, dibagi dua yakni :
       A. Akhlak terhadap Manusia, diantaranya :
       (1).  Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad SAW.), dianta ranya.
a.    Mencintai Rasulullah SAW. secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b.    Menjadikan Rasulullah SAW. sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
c.    Menjalankan apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.
          (2).  Akhlak terhadap Orang Tua (birrul walidain), diantaranya :
a.    Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b.    Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
c.    Berkomunikasi dengan orang tua dengan hikmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
d.   Berbuat baik kepada bapak-ibu dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat bapak-ibu ridha.
e.    Mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
          (3).  Akhlak terhadap Diri Sendiri, diantaranya :
a.    Memelihara kesucian diri.
b.    Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan, menurut hukum dan akhlak Islam).
c.    Jujur dalam perkataan dan berbuat ikhlas serta rendah diri.
d.   Malu melakukan perbuatan jahat.
e.    Menjauhi dengki dan menjauhi dendam.
f.     Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
g.   Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia-sia.
          (4).  Akhlak terhadap Keluarga, diantaranya :
a.    Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan  keluaraga 
b.    Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
c.    Berbakti kepada bapak-ibu.
d.   Mendidik anak-anak dengan kasih sayang.
e.    Memelihara hubungan silahturrahim dan melanjutkan silahturrahmi  yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia.

          (5).  Akhlak terhadap Tetangga, diantaranya :
a.    Saling mengunjungi.
b.    Saling bantu di waktu senang, lebih-lebih tatkala susah.
c.    Saling beri-memberi, saling hormat-menghormati.
d.   Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.
          (6).  Akhlak terhadap Masyarakat, diantaranya :
a.    Memuliakan tamu.
b.    Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.
c.    Saling menolong dalam melakukn kebajikan dan taqwa.
d.   Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan jahat (mungkar).
e.    Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya.
f.     Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.
g.   Mentaati putusan yang telah diambil.
h.   Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita.
i.     Menepati janji.

       B. Akhlak terhadap Bukan Manusia (Lingkungan Hidup), diantaranya :
a.        Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
b.        Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, flora dan fauna yang sengaja diciptakan Allah SWT. untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
c.        Sayang pada sesama makhluk.

          Butir-butir di atas merupakan akhlak yang baik. Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang shiddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat setan dan orang-orang tercela. Dengan demikian, akhlak terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
  1. Akhlak baik atau terpuji (Akhlaqul Mahmudah), yakni perbuatan baik terhadap Allah SWT., terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya.
  2. Akhlak yang tercela, (Akhlaqul Madzmumah), yakni perbuatan buruk terhadap Allah SWT., perbuatan buruk dengan sesama manusia dan makhluk lainnya.
    
 Berikut akan diuraikan secara singkat mengenai akhlak buruk :
(1). Akhlak buruk terhadap Allah SWT. :
a.    Takabbur (Al-Kibru), yaitu sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah SWT. di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah SWT. yang ada padanya.
b.    Musyrik (Alk-Syirk), yaitu sikap yang mempersekutukan Allah SWT. dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggapnya bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya.
c.    Murtad (Ar-Riddah), yaitu sikap yang meninggalkan atau keluar dari agama Islam, untuk menjadi kafir.
d.   Munafiq (An-Nifaaq), yaitu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan beragama.
e.    Riya’ (Ar-Riyaa’), yaitu sikap yang selalu menunjuk-nunjukkan perbuatan baik yang dilakukannya. Maka ia berbuat bukan karena Allah SWT. melainkan hanya ingin dipuji oleh sesama manusia. Jadi perbuatan ini kebalikan dari sikap ikhlas.
f.     Boros atau Berfoya-foya (Al-Israaf), yaitu perbuatan yang selalu melampaui batas-batas ketentuan agama. Allah SWT. melarang bersikap boros, karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak perekonomian manusia, merusak hubungan sosial dan merusak diri sendiri.
g.   Rakus atau Tamak (Al-Hirshu atau Ath-Thama’u), yaitu sikap yang tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan orang lain. Hal ini termasuk kebalikan dari rasa cukup (Al-Qanaa’ah) dan merupakan akhlak buruk terhadap Allah SWT. karena melanggar ketentuan larangan-Nya.

      (2). Akhlak buruk terhadap Manusia :
a.    Mudah marah (Al-Ghadhab), yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain.
b.    Iri hati atau dengki (Al-Hasadu atau Al-Hiqdu), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu mengingingkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali.
c.    Mengadu-adu (An-Namiimah), yaitu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak.
d.   Mengumpat (Al-Ghiibah), yaitu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain.
e.    Bersikap congkak (Al-Ash’aru), yaitu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya maupun dari perkataannya.
f.     Sikap kikir (Al-Bukhlu), yaitu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain.
g.   Berbuat aniaya (Azh-Zhulmu), yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materiil maupun non materiil. Dan ada juga yang mengatakan bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain termasuk perbuatan dzalim (menganiaya).        

























Daftar pustaka




4 http://romipermadi.blogspot.com/2011/04/pengertianruang-lingkupdan-manfaat-ilmu.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subject, Verb, Complement & Modifier

Keterkaitan antara Perusahaan dengan Bisnis

elemen-elemen koperasi